Pages

Rabu, 20 Juli 2011

SAPUTANGAN KUNING

Ada pasangan muda yang baru saja memasuki hari-hari bahagia perkawinan mereka. Tetapi sayang, suami muda itu secara tidak sengaja terlibat dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian sebuh keluarga. Ia sama sekali tidak mengerti mengapa ia begitu teledor menyetir mobilnya, sehingga ia menewaskan sebuah keluarga, suami istri dan seorang anaknya pada hari yang naas itu. Ia merasa begitu bersalah, sehingga ia tidak berusaha untuk membela dirinya di dalam pengadilan perkaranya. Ia sungguh pasrah, juga ketika pengadilan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara. Ia pasrah menerimanya. Demikian juga ketika hukuman penjaranya dipindahkan ke tempat yang jauh, jauh ke tanah seberang, ia tetap pasrah menerima.

Pada saat berpisah dengan istrinya, dengan rasa duka yang mendalam tapi ikhlas ia berkata bahwa hukuman penjara 15 tahun adalah rentang waktu yang sangat lama. Oleh sebab itu, ia rela kalau pada suatu waktu istrinya menerima teman hidup yang lain, kalau itu bisa membahagiakan hidupnya. Ia sangat mencintai istrinya. Tetapi cintanya tidak egoistis. Ia menghendaki istrinya hidup bahagia, termasuk kalau untuk itu istrinya terpaksa harus menerima pria lain. Waktu ia berkata demikian, istrinya hanya dian seribu bahasa. Mungkin ketiadaan kata –kata yang dapat melukiskan perasaan hatinya. Hanya air matanya yang deras mengalir setidaknya bisa mengungkapkan isi hatinya ….

Demikianlah mereka berpisah. Suami muda itu berangkat ke tempat hukumannya dan mulai menjalani tahun-tahun hukumannya dengan tabah. Tahun demi tahun ia lewati dengan pasrah dan selama itu ia tidak mengirim kabar berita apa pun kepada istrinya, supaya ia tidak mempengaruhi suasana batin istrinya kalau istrinya mau mengambil keputusan untuk menjalani hidupnya yang baru dengan pria lain.

Tahun-tahun terus berlalu ….
Akhirnya tahun-tahun hukumanya berakhir. Ia kini bebas! Tetapi ke mana sekarang dia haus pergi? Pulang kepada istrinya? Barangkali dia sudah menikah dengan pria lain dan hidup berbahagia. Apakah ia mau menggangu kebahagiaan istrinya? Sesudah lama berpikir, akhirnya ia mengirim surat. Dalam surat itu, ia menulis bahwa kini ai sudah bebas. Tetapi ia merasa ragu apakah ia boleh pulang atau tidak. Semuanya itu tergantung pada keadaan, apakah istrinya sudah menikah lagi atau belum! Kalau istrinya sudah menikah lagi, tentu saja ia tidak perlu pulang. Tetapi kalau istrinya belum menikah lagi dan masih menunggu kepulangannya, tentu saja ia akan pulang ….

Dalam surat itu ia meminta supaya istrinya member suatu tanda untuknya. Di depan rumah mereka ada sebatang pohon oak yang cukup tinggi dan rindang. Ia meminta supaya istrinya mengikat sebuah sapu tangan kuning di salah satu cabang pohon oak itu kalau ia tetap tidak menikah dan tetap menanti kepulangannya. Tetapi kalau sudah menikah lagi, ia tidak perlu diberi tanda apa pun. Ia akan berjalan terus dan tidak akan menggangu kebahagiaan istrinya.

Pada hari yang direncanakan, ia turun dipelabuhan dan menantikan remang senja untuk pergi secara diam-diam ke rumah, tempat dia pernah tinggal bersama istrinya, ketika mendekati rumah itu, rasnya ia tak sanggup untuk menengok ke pohon oak itu. Apakah ada sehelai saputangan kuning terikat di salah satu cabang pohon oak itu? Apakah mungkin sama sekali tidak ada saputangan?
Ia mengumpulkan segala kekuatannya, mengangkat kepalanya dan menatap lurus-lurus ke pohon oak itu! Apa yang dilihatnya?

Ia hampir tidak percaya! Ia bukan hanya melihat selembar saputangan kuning, tetapi puluhan saputangan kuning yang terikat hampir pada setiap dahan pohon oak itu.

(Oleh: Y.L)

0 komentar:

Posting Komentar